Tugas 3 Mereview Jurnal
REVIEW JURNAL
Jurnal 1
Objek
Kajian Seni Rupa dan Desain :
Poster Aksi Bali Tolak
Reklamasi Karya NOBODYCORP
Pendekatan : Semiotika
Analisis:
Analisis terfokus pada lima poster Nobodycorp karya Alit
Ambara yang bertema “Bali Tolak Reklamasi”. Karya-karya yang sudah ditentukan
sebagai data penelitian, teridentifikasi sebagai karya poster. Pada pembahasan
kali ini menggunakan landasan semiotika Peirce yang menggolongkan tanda menjadi
ikon, indeks dan simbol. Kris Budiman (2011: 20-22) menjelaskan ikon, indeks
dan simbol sebagai berikut, (1) Ikon merupakan tanda yang mengandung kemiripan
visual dengan obyek yang diwakilinya.
(2) Indeks, merupakan tanda yang memiliki hubungan
sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya atau disebut juga tanda sebagai bukti.
(3) Simbol, merupakan jenis tanda yang bersifat arbitrer dan
konvensional.
Berikut adalah salah satu poster yang dibahas dalam jurnal
tersebut
"Bali Tolak Reklamasi",
(Sumber
https://www.posteraksi.org)
a. Ikon, berupa ilustrasi
gambar tangan kiri mengepal, gambar ekskavator berwarna hitam serta
gambar Pulau Bali. Pada ilustrasi gambar tangan kiri mengepal memiliki
kemiripan dengan bentuk tangan manusia pada umumnya, Ilustrasi ekskavator memiliki
kemiripan dengan bentuk ekskavator pada umumnya seperti yang
digambarkan, serta gambar pulau Bali memiliki kemiripan dengan bentuk Pulau
Bali pada umumnya. Pada tipografi tulisan “ Bali Tolak reklamasi” terdapat ikon
pada kata “Bali” yang menggantikan objek Pulau Bali itu sendiri.
b. Indeks, berupa ilustrasi
gambar tangan kiri mengepal sebab menggenggam ilustrasi ekskavator. Pada
ilustrasi gambar ekskavator berwarna hitam adanya indeks pada patahan
serta serpihanya, Gambar Pulau Bali indeks lokasi reklamasi tersebut. Terdapat
logo ForBALI, logo ini ada karena adanya proyek reklamasi.
c. Simbol, terdapat simbol
pada ilustrasi gambar tangan kiri mengepal adalah simbol keburukan, Gambar ekskavator
berwarna hitam sebagai simbol alat berat, serta gambar Pulau Bali sebagai
simbol dari Pulau Bali. Terdapat juga logo ForBALI sebagai simbol perlawanan
reklamasi di Bali. Pada elemen warna terdapat simbol yang berupa warna merah
sebagai simbol bahaya, Warna hitam sebagai simbol kekuatan, serta warna abu-abu
sebagai simbol kesenduan. Tipografi yang bertuliskan “Bali Tolak reklamasi
berkedok revitalisasi, Batalkan perpres no.51 tahun 2014”, pada kata “Tolak”
dan “Batalkan” sebagai simbol ketidak sukaan serta sesuatu yang tidak
diinginkan.
Teori :
Pada pembahasan kali ini menggunakan landasan semiotika
Peirce yang menggolongkan tanda menjadi ikon, indeks dan simbol. Kris
Budiman (2011: 20-22) menjelaskan ikon, indeks dan simbol sebagai berikut, (1)
Ikon merupakan tanda yang mengandung kemiripan visual dengan obyek yang
diwakilinya. (2) Indeks, merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat
dengan apa yang diwakilinya atau disebut juga tanda sebagai bukti. (3) Simbol,
merupakan jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional.
Kesimpulan :
Tanda-tanda dalam karya
tersebut bermakna sebagai bentuk penolakan terhadap reklamasi yang terjadi di
Bali. Lima poster tersebut berdasarkan teori Charles Sanders Peirce terdapat
1). Ikon berupa gambar manusia berwajah tengkorak, gambar ekskavator,
gambar Pulau Bali , gelombang air laut, gambar orang siluet hitam, gambar
perahu layar, gambar orang menaiki perahu, penari wanita legong Bali, gambar
tangan kiri mengepal, gambar peluru bom atom, gambar gunung, gambar pura, gambar
alat pengangkut material bangunan serta kata Bali 2). Indeks berupa gambar
manusia berwajah tengkorak mengenakan jas, Pariawan, dkk., Vol. 9(2), 2019, p.77-86 85
gambar Pulau Bali, gelombang
air berbentuk tangan mengepal, manusia menaiki perahu, dan logo ForBALI. 3).
Simbol antara lain wajah tengkorak sebagai penggambaran kematian, ekskavator
sebagai penggambaran pengerukan reklamasi, bentuk Pulau bali sebagai
penggambaran wilayah Bali, tangan kiri mengepal simbol melawan keburukan,
siluet hitam manusia sebagai simbol sosok misterius, perahu layar
Apa yang menurutmu bisa diteliti dari jurnal
tersebut :
Tentu
saja objek poster yang mengandung simbol penanda yang mengandung banyak arti
dan menarik untuk di telusuri secara mendalam untuk mencapai pesan yang sebenarnya
ingin disampaikan oleh notbodycorp. Kemudian kehidupan sosial masyarakat bali,
budaya dan alam Bali. Latar belakang terjadinya peristiwa juga bisa menjadi objek
penelitian.
Jurnal 2
Objek
Kajian Seni Rupa dan Desain: Kartun Majalah Tempo Tahun 2019
Pendekatan: Semiotika
Analisis:
![]() |
Gambar 1. Kartun Majalah Tempo
Edisi 27 Januari 2019
Pada
pembahasan ini akan diuraikan teks visual dan teks verbal serta makna denotasi
dan makna konotasi kartun Majalah Tempo yang terbit pada edisi 27 Januari 2019.
Kartun ini dipilih karena menunjukan kritik terhadap situasi politik menjelang
pemilu 17 April 2019. kartun ini menggambarkan teks visual
figur perempuan yang memegang remote televisi, sementara tangan yang lain
memperbaiki antena televisi. Memakai baju berwarna merah dengan motif bunga
kuning kecoklatan, perempuan ini tampak kebingungan. Di hadapannya digambarkan
teks visual berupa televisi yang penuh dengan busa dan gelembung-gelembung
busa. Gelembung-gelembung busa terlihat melayang di atas kepala figur perempuan
tersebut. Di atas kepala perempuan ini juga digambarkan balon kata yang
berwarna kuning. Dalam elemen kartun/ komik, gelembung kata difungsikan oleh
kartunis/ komikus untuk menerangkan bahwa figur yang digambarkan sedang
berbicara. Dalam balon kata ini berisi teks verbal yang bertuliskan: Jam
segini biasanya sinetron, kok malah berbusa-busa_TV-nya rusak kali, ya?
Teks
visual dan teks verbal yang dihadirkan tersebut secara denotasi mempunyai
narasi tentang seorang ibu rumah tangga yang memiliki kesenangan menonton
sinetron. Acara sinetron yang biasanya tayang pada jam tertentu secara
berkelanjutan, menjadikan menonton sinetron adalah kebiasaan ibu berbaju merah
ini. Figur seorang ibu ini sedang bersiap menonton sinetron yang biasa ia
tonton, ia sudah sangat mengharapkan cerita atau kisah sinetron yang biasa ia
tonton bisa ia nikmati kembali. Namun pada gambar ditunjukan ekspresi wajah ibu
tersebut kebingungan, dan bertanya-tanya kenapa sinetron yang biasa ia tonton
kemudian tidak bisa ia saksikan di layar televisi, apa yang terjadi.
Televisinya yang biasa digunakan untuk menonton sinetron mendadak penuh busa,
gelembung-gelembung busa sangat banyak keluar dari televisinya. Figur ibu
tersebut sepertinya tidak percaya dan sangat sangsi kalau televisinya rusak.
Apakah televisinya yang rusak menjadikan televisi penuh busa, atau karena busa
yang menjadikan televisinya rusak? Ekspresi wajah ibu digambarkan dengan
penuh kebingungan.
Pada
tingkatan makna konotasi, kartun pada gambar 1 ini dapat dimaknai bahwa tahun
2019 yang disebut sebagai tahun politik telah menghadirkan banyak politisi di
berbagai media. Politisi bisa hadir di jalan-jalan melalui baliho dan spanduk.
Hadir di media sosial seperti Facebook dan Instagram dengan berbagai kegiatan kemasyarakatan
sebagai bentuk kampanye, dan juga sangat banyak hadir di televisi untuk
berorasi meminta dukungan masyarakat. Kehadiran para politisi dalam berbagai
ruang, termasuk pada layar televisi bertujuan untuk menyampaikan orasi kampanye
dengan harapan agar dipilih oleh masyarakat pemilih. Semangat untuk
menyampaikan orasi biasanya dimitoskan bahwa politikus tersebut sedang bicara
berbusa-busa. Janji-jani
kampanye para calon legislatif maupun eksekutif sering diidentikan dengan
gelembung busa, karena kehadirannya Kartun yang hadir pada majalah Tempo
(gambar 1) menunjukan betapa janji-janji politik yang berbusa-busa di layar
televisi telah mengganggu kehidupan seorang ibu yang ingin menonton sinetron.
Kehadiran politisi yang kampanye di televisi dianggap tidak memilki arti,
tidak berguna, bahkan seorang ibu lebih menikmati tontonan sinetron ketimbang
kampanye politisi. Tontonan sineton yang selama ini dianggap sebagai tontonan
ibu-ibu rumah tangga yang menempati daftar tontonan bukan kelas pertama, pada
kartun ini menjadi tontonan yang jauh lebih dinikmati oleh seorang ibu
ketimbang janji berbusa-busa para politisi. Gambaran ini menunjukan bahwa
kampanye berbusa-busa para politisi di layar televisi adalah sebuah gangguan
yang dapat merusak televisi (merusak tontonan). Kartun ini adalah bentuk
kritik, terhadap para politisi baik eksekutif ataupun legislatif agar tidak
hanya menghadirkan janji-janji palsu, namun setelah terpilih menjadi wakil
rakyat, mampu bekerja maksimal untuk kepentingan raykat, bukan bekerja hanya
untuk kekayaan diri sendiri.
Teori:
Teori
semiotika yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotika yang
dikemukakan Roland Barthes yaitu makna denotasi dan konotasi untuk mengungkap
makna kartun Majalah Tempo tahun 2019.
Kesimpulan:
Kartun
Majalah Tempo tahun 2019 hadir untuk memberikan opini atau kritik di tahun
politik. Tanda-tanda yang dihadirkan berupa teks visual dan teks verbal untuk
menghadirkan narasi dari peristiwa yang dikritisi. Teks visual menghadirkan
figur manusia maupun tokoh politik dengan situasinya tersendiri yang
menggambarkan sebuah peristiwa. Narasi-narasi yang ditunjukan oleh teks visual
dan teks verbal dapat dimaknai secara denotasi dan konotasi. Secara denotasi,
kartun-kartun Majalah Tempo mengahdirkan figur manusia seperti ibu rumah
tangga, tokoh politik seperti ketua Umum partai dan juga figur manusia yang
merepresentasikan penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Secara konotasi
dimaknai sebagai kritik atas kehadiran para politisi di tahun 2019. Kehadiran
politisi di satu sisi dilihat sangat mengganggu karena orasi-orasinya dalam
kampanye di televisi dianggap tidak memiliki arti, kehilangan kepercayaan
publik. Di sisi lain ada banyak politisi yang terjerat kasus kosrupsi.
Alih-alih para politisi menyerukan anti korupsi, malah banyak petinggi partai
politik yang terjerat kasus korupsi. Kartun Majalah Tempo hadir tidak saja untuk
menunjukan tragedi dalam komedi, namun juga mengharapkan adanya perbaikan.
Apa yang menurutmu bisa diteliti dari jurnal tersebut:
Menurut saya ada beberapa hal yang bisa di teliti. Hal yang pertama adalah ide dari illustrator Kompas untuk membuat ilustrasi yang mengkiritisi berbagai peristiwa politik yang mewakili suara rakyat. Kemudian isi dari kartun Kompas ilustrasi dan teks narasi yang mengandung pesan.
Jurnal 3
Objek
Kajian Seni Rupa dan Desain:
KAJIAN SEMIOTIKA FOTOGRAFI SELFIE
Pendekatan:
Semiotika
Analisis:
Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan (1) bentuk fotografi selfie di lingkungan teman facebook
penulis, (2) makna fotografi selfie di lingkungan teman facebook penulis dikaji
melalui teori semiotika Roland Barthes. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan
menggunakan teknik observasi, teknik studi kepustakaan, teknik wawancara dan
teknik life history. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Bentuk Fotografi
Selfie ditinjau dari teori potret diri terdiri dari tujuh bagian pokok: (a)
Potret Diri sebagai Tanda Tangan, (b) Potret Diri sebagai Proyeksi Diri, (c)
Potret Diri sebagai Studi Diri, (d) Potret Diri sebagai Fantasi (e) Potret Diri
sebagai Narasi, (f) Potret Diri sebagai Kiasan, dan (g) Potret Diri sebagai
Masalah Kemanusiaan. (2) Makna Fotografi Selfie dikaji dari teori semiotika
Roland Barthes terdiri dari enam elemen penting: (a) Efek Tiruan, (b) Pose atau
Sikap, (c) Objek, (d) Fotogenia, (e) Estetisisme, dan (f) Sintaksis.
Dari beberapa elemen-elemen
penting yang terkandung dalam sebuah foto selfie di atas dapat disimpulkan
bahwa semua foto selfie tidak dibuat hanya untuk kesenangan semata, namun ada
hal lain yang ingin disampaikan para pelakunya lewat foto yang mereka unggah.
Meskipun tidak diungkapkan secara langsung lewat judul keterangan fotonya,
orang yang melihat akan bisa membaca makna yang ada dalam foto tersebut lewat
visual foto yang ditampilkan. Makna konotasi dan denotasi yang terkandung dalam
sebuah foto akan jelas terlihat dari visual foto yang ditampilkan oleh
pelakunya.
Teori:
Teori
semiotika Barthes hampir secara harfiah diturunkan dari teori bahasa menurut de Saussure. Roland Barthes mengungkapkan bahwa bahasa merupakan sebuah sistem
tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari masyarakat tertentu dlam waktu
tertentu (Sobur, 2003: 53).
Kesimpulan:
Penggunaan potret diri sebagai
perwujudan karya yang mengungkap sisi negatif karakter manusia didasari oleh konsep pemikiran yang melatarbelakangi penciptaan karya
potret diri senimannya, sehingga potret diri dapat ditelusuri ke dalam
beberapa kategori yaitu potret diri sebagai tanda tangan, potret diri sebagai
proyeksi diri, potret diri sebagai studi diri, potret diri sebagai fantasi,
potret diri sebagai narasi, potret diri sebagai kiasan, dan potret diri sebagai
refleksi masalah. Bersadarkan pengamatan penulis serta hasil wawancara dan
studi life history, para pelaku selfie menggunakan foto selfie-nya untuk
mewakili masingmasing potret diri tersebut. Dalam kerangka semiotika fotografi
yang dikemukakan oleh Roland Barthes, selain membagi dua lapis makna yang
terkandung di dalamnya yaitu makna konotasi dan makna denotasi, ia juga
mengungkapkan beberapa elemen penting yang biasanya terkandung dalam sebuah
foto antara lain efek tiruan, pose atau sikap, objek, fotogenia, estetisisme,
dan sintaksis. Elemen-elemen tersebut bisa ditemukan pada setiap foto selfie
yang diunggah di lingkungan teman facebook penulis.
Apa yang menurutmu bisa diteliti dari jurnal tersebut:
Hal bisa di
teliti dari jurnal ini adalah konsep pemikiran yang melatarbelakangi penciptaan
karya potret diri senimannya
Komentar
Posting Komentar